Sabtu, 28 November 2015

Shalat Landasan Politik Membangun Masyarakat Bersih



Makalah Pendidikan Agama Islam
Shalat Landasan Politik Membangun Masyarakat Bersih


 
Disusun Oleh Kelompok 7:
·        Dean Trisanti
NIM : 2227141617
·        Muthia Sutanti
NIM : 2227141827
·        Wiwid Amelia
NIM : 2227141587
Jurusan : PGSD / 1C
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan maklah ini tepat pada waktunya. Pada makalah kali ini akan kami paparkan mengenai “Shalat Landasan Politik Membangun Masyarakat Bersih”. Dalam makalah ini akan kami sajikan pengertian mengenai shalat beserta dampak bagi para pengamalnya. Tentunya susai dengan tema kami dalam makalah ini bahwa shalat dapat menjadi sarana dan pengantar umat untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberi manfaat serta berguna sebagai bahan ajar mata kuliah pendidikan Agama Islam.

                                                                                    Serang, 30 September 2014

                                                                                                Penyusun


Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A.  Latar belakang.....................................................................................................3 
B.   Tujuan.................................................................................................................3
BAB II ISI................................................................................................................4 
A.   Pengertian Shalat................................................................................................4
.         B.  Visi Politik Shalat Memberantas Maksiat..........................................................5
C.    Visi politik salat membangun moralitas bangsa................................................7 
D.   Demokratisasi dan Mekanisme dalam Metafor Shalat......................................8
BAB III KESIMPULAN........................................................................................11
Daftar Pustaka........................................................................................................12


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Shalat merupakan perintah yang wajib dijalankan bagi umat Islam. Shalat juga diartikan sebagai bentuk penyerahan diri seorang hamba kepada Rabb-Nya. Banyak sekali keutamaan dalam shalat. Selain memang perintah shalat langsung di sampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui peristiwa isra mi’raj, shalat juga merupakan rukun islam yang kedua setelah syahadat. Yang artinya, apabila seorang sudah mengucap syahadat maka shalat wajib baginya. Dalam pelaksanaannya shalat memang harus memenuhi kriteria, seperti syarat sah shalat, syarat wajib shalat, dan rukun shalat. Hal demikian sebenarnya ditetapkan demi kelancaran shalat tersebut. Karena shalat memiliki implikasi yang berdampak pada pengamalnya. Dengan berbagai ilmu shalat tersebut tentunya menjadi ‘pembelajaran’ bahwa shalat memiliki dampak yang luar biasa berpengaruh dalam segala sisi kehidupan.
Dalam makalah ini, akan kami sajikan sedikit pengantar tentang pelaksaan shalat, selanjutnya akan dijabarkan manfaat shalat atau dalam arti luas shalat sebagai landasan politik dalam membangun masyarakat bersih. Mengapa dikatakan politik? Sebab, terdapat berbagai pengaruh dan implikasi dari penerapan shalat didalam kehidupan. Tentunya diharapkan shalat yang selama ini umat islam jalankan dapat juga mempengaruhi kehidupan pengamalnya ke arah yang lebih baik. 
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan shalat
2.      Apa Visi Politik Shalat Memberantas Maksiat
3.      Visi politik salat membangun moralitas bangsa
4.      Demokratisasi dan Mekanisme dalam Metafor Shalat

BAB II
ISI

A.    Pengertian Shalat
Shalat ditilik dari etimologi berarti berdoa. Sedangkan menurut terminologi, shalat berarti segala ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.
Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
Sholat membantu kita menciptakan pertahanan yang baik melawan setan yang selalu ingin mencelakai dan menghancurkan kita. Umat Islam tidak bisa masuk surga tanpa melakukan sholat dengan benar. Juga merupakan hal penting untuk diperhatikan bahwa sholat menciptakan hubungan langsung antara Muslim dan Allah.
Dengan mengerjakan sholat, Muslim mendapat akses langsung pada kasih sayang Allah. Beberapa orang, khususnya non-Muslim mungkin berpikir bahwa Allah membutuhkan sholat untuk menambah kekuatanNya. Tapi ini tidak benar. Allah memiliki kekuatan yang tidak terbatas, Dia tidak membutuhkan doa-doa kita, melainkan kita yang butuh rahmatNya. Sholat hanya ditujukan pada Allah, tidak untu menambah kekuatanNya, tapi untuk kepuasan Allah atas makhlukNya.
Ketentuan rukun shakat meliputi: niat, berdiri bagi yang mampu (jika tidak duduk atau berbaring), takbiratul ikhram, membaca alfatihah, rukuk, i’tidal, sujud dua kali, duduk diantara dua sujud, duduk akhir, membaca tahiyat (tasyahud), membaca shalawat untuk nabi Muhammad SAW, salam pertama. Rukun ini dilaksanakan secara tertib setelah selesai salam biasanya dilanjutkan dengan doa atau wirid.

B.     Visi Politik Shalat Memberantas Maksiat
Kesehatan masyarakat tercipta dengan meminimalisir segala bentuk maksiat dan penyakit sosial. Diantara penyakit sosial yang sangat mengganggu tatanan (pranata) sosial adalah penyalahgunaan obat terlarang, narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya (NAZA), pornografi, pornoaksi, perzinahan, dan aborsi. Yang sangat menyedihkan industrialis minuman keras atau NAZA melalui suatu iklan tivi misalnya, menjadikan remaja sebagai target dan melambangkan minuman keras sebagai simbol persahabatan.
Penyalahgunaan NAZA sebagai penyakit sosial memunculkan masalah sosial atau diferensiasi sosial bahkan kearah deviasi situasional kumulatif ketika mabok menjadi “budaya” masyarakat. Dalam kultur jawa dikatakan bahwa minuman keras (mabok) selalu terkait dengan kemaksiatan lainnya yakni madat (meorkok, menghisap ganja), perzinaan, perjudian, tindakan kriminal berupa pencurian, perampokan dan seterusnya.
Sebelum membahas mengenai terapi penanggulangan penyalahgunaan NAZA perlu terlebih dahulu dikenali beberapa sebab munculnya pecandu NAZA. Menurut Ahmad Sauqi Al-Banjari sebab terbesar munculnya pecandu NAZA, hakikatnya kembali pada tiga hal antara lain:
1.      Adanya kepercayaan dan pandangan yg keliru dari sebagian    orang bahwa khamar dapat merangsang nafsu makan, melancarkan (saluran) air kencing, menggairahkan seksual, mengakrabkan pergaulan, dan dapat menghangatkan badan. Industrialis minuman keras, sejak dulu sampai sekarang secara agresif berkampanye bahwa khamar atau minuman keras merupakan tradisi indah yang harus dilestarikan.
2.      Ingin menyelamatkan diri dari kemeelut hidup atau stres dan sebagai upaya melarikan diri dari kenyataan. Hal ini, akibat tidak mempunyai hiburan untuk penyegaran, seperti olahraga, teater, atau organisasi.
3.      Problem rumah tangga, pengangguran, kefakiran, kesusahan, kejenuhan, dan terisolasi dari masyarakat
Permasalahan penyalahgunaan NAZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Menurut Dadang Hawari, penyalahgunan NAZA adalah penyakit masyarakat yang belum ditemukan upaya penanggulangan secara universal memuaskan, baik dari sudut preferensi, terapi, maupun rehabilitasi. Secara singkat, dapat diuraikan bagaimana cara islam menanggulangi problem khamar atau NAZA melalui dua metode berikut :
1.      Pencegahan secara bertahap, sehingga tidak memberatkan mereka untuk meninggalkannya.
2.      Memhubungkan perintah-perintah itu dengan kasus-kasus yang terjadi, sehingga dapat terdeteksi pengaruh psikologisnya

C.    Visi politik salat membangun moralitas bangsa
Selain khamar atau NAZA, yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dengan serius adalah penanggulangan pornografi, perzinahan, dan penyimpangan seksual yang berakibat pada berkembangnya penyakit kelamin dan virus HIV atau AIDS. Dalam bagian ini kita bahas secara islam mencegah segala perbuatan keji dan kemungkaran melalui pelaksanaan ibadah shalat, khususnya gagasan aurat. Gagasan aurat ini selalu dikaitkan dengan perintah menjaga pandangan dan larangan Allah kepada seorang mukmin laki-laki memangdang perempuan lain (yang buka isterinya) dengan pandangan birahi.aurat adalah bagian tubuh yang harus ditutupi dan dihindarkan dari pandangan orang lain. Tidak sah shalat seseorang tapa mengenakan busana yang menutup aurat. Aurat laki-laki adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut. Seorang laki-laki muslim dituntut untuk mengenakan pakaian, minimum menutup bagian tubuh antara pusar dan lutut dan memenuhi ukuran kesopanan dan kepantasan dikalangan masyarakat sekitarnya.
Aurat perempuan adalah seluruh bagian tubuhnya kecuali wajah dan kedua tangannya sampai pergelangan. Seorang perempuan muslimah diperintahkan untuk menjaga kesopanan dalam cara bertutur, berpakaian, dan bertingkah laku, sehingga terhindar dan tidak sedikitpun membuka kesempatan (kemungkinan) terjadinya fitnah, berupa gangguan, pelecehan seksual dan sebagainya yang melanggar moral da etika agama.
Syarat-syarat yang wajib dipenuhi dalam pakaian wanita apabila dia bertemu dengan laki-laki asing berdasarkan informasi Al-Quran dan Hadis adalah :
a.       Menutupi semua badan kecuali wajah, telapak tangan, dan dua tumit.
b.      Menjag keserasian dalam perhiasan pakaian, wajah, dua telapak tangan dan dua tumit.
c.       Pakaian dan perhiasan hendaklah dikenal masyarakat muslim.
d.      Pakaian itu berbeda secara keseluruhan, dengan pakaian lelaki.
e.       Pakaian itu berbeda secara keseluruhan, dengan apa yang menjadi ciri wanita kafir
Disini orang tua diwajibkan/bertanggung jawab mengajarkan tentang menutup aurat tubuh sejak dini agar mereka mengetahui etika pergaulan social, sehingga ketika anak mencapai usia dewasa atau baligh dapat mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial secara santun dan dapat di terima oleh secara social. Dan Orang tua wajib memikul tanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang benar kepada anak di rumah dan di dalam lingkungan keluarga. Apabila Orang tua tidak mendidik anaknya dengan sopan santun dan etika kesusilaan sesuai syariah, maka akan memperoleh laknat dari ALLAH SWT. Islam telah memulai memasyarakatkan budaya bersih dan berbusana rapi melalui perintah shalat. Sehingga seorang muslim dapat tampil dengan performance yang mempesona dan meyakinkan. Busana yang kita kenakan mencerminkan identitas, kepribadian, dan status sosial manusia yang terhormat. Oleh karena itu, seorang muslim harus menjaga kehormatan ya dengan mengembangkan cara berpikir positif dan perilaku susila, dan hindarkan tindakan pelecelah seksual terhadap wanita.

D.    Demokratisasi dan Mekanisme dalam Metafor Shalat
1.      Adzan dan persiapan shalat
Saat adzan dikumadangkan oleh muadzin, sebagai tanda waktu shakat tela tiba, umat muslimin yaang telah dewasa (baligh), berakal sehat, dan terjaga bergegas memenuhi panggilan menuju masjid. Mereka segera mengambil air wudhu membersihkan diri dari najis dan hadas: menggunakan busana yang bersih, rapi (menutup aurat), harum mewangi, dan indah dan mengarahkan seluruh visi dan orientasi hidup mereka menghadap kakbah (baitullah).

2.      Pemilihan imam
Sejurus kemudian, para jamaah pun berkumpul. Muadzin mekanjutkan tugasnya selanjutnya melantunkan iqamat sebagai isyarat bahwa shakat jamaah segera dimulai. Karena itu pula imam pun segera dipilih diantara anggota jamaah yang terbaik dengan catatan: muadzin tidak dicalonkan menjadi imam. Imam dipilih dari anggota jamaah yang terbaik dengan kriteria dasar: muslim, berakal, dewasa (baligh), laki-laki tulen (bukan banci) –menurut minoritas ulama perempuan pun dapat menjadi imam bagi sesama perempuan maupun laki-laki, bersih dan faham islam, berpenderian dan tidak sedang menjadi makmum, sehat dan tidak berhalangan tetap, tidak cacat mata (tuna netra) dan tuna rungu, wara’, dan adil.
3.      Niat sebagai Kontrak Politik
Setelah proses pemilihan imam selesai, masing-masing memulia shalat dengan niat. Bagi makmum berniat untuk menjadi makmum dan imam berniat untuk menjadi iman. Iat tersebut hakekatnya merupakan kontrak politik antara makmum kepada imam juga kepada Allah SWT. Dampak kontrak politik tersebut seorang makmum tidak diperkenankan untuk mendahului imam, baik dalam gerakan atau bacaan yang lebih nyaring dari padanya (dalam shalat jahr, solat magrib, isya’ dan subuh)
4.      Relasi Kuasa Imam – Makmum
Imam terpilih, sesaat sebelum memimpin shalat secara berjamaah, segera memeriksa barisan dan memberikan arahan agar makmum (anggota jamaan) merapatkan barisan, meluruskan shaf, dan menjalin kebersamaan dalam menapaki “sahara ruhani” demi kesempurnaan shalat. Imam meluruskan shaf dengan posisi yang benar. Posisi makmum jika hanya berdua dalam berjama’ah maka ia berada di sebelah kanan imam, jika berada di sebelah kanan imam, jika berada disebelah kiri imam maka batal shalatnya menurut imam Ahmad.
Ketika imam merasa yakin bahwa makmum telah siap, ia memulai shalat dan mengendalikan komando dengan pikikan takbir : “ALLAHU AKBAR!”. Demikianlah seterusnya, setiap pergerakan dan peralihan dari rukun ke rukun shalat diawali dengan takbir. Makmum secara sadar bergerak dengan kompak atas intruksi imam, dengan tidak bertindak mendahului gerakan imam.
Sebagai seorang imam, dia harus memperhatikan “kondisi” makmumnya dalam memilih surat yang akan dibacakannya, maupun lamanya gerakan sholatnya. Jika diantara makmumnya ada yang sudah renta, imam hendaknya memilih bacaan berupa surat-surat pendek sehingga makmum tidak “tersiksa” dengan panjangnya bacaan surat sang Imam maupun durasi dari gerakan sang Imam.
Namun demikian, seorang Imam adalah juga manusia. Imam bisa saja melakukan kesalahan dalam gerakan ataupun bacaannya. Dalam kondisi demikian, adalah WAJIB bagi seorang makmum untuk “mengingatkan” sang Imam bahwa ada kesalahan dalam gerakan atau bacaannya. Tentunya dengan tata cara yang sesuai dengan syari’at (dengan membaca “subhanallah”,  menepuk tangan (bagi muslimah) atau langsung membetulkan bacaan sang Imam).
Kalau sang makmum sudah memberikan “isyarat” adanya kesalahan, namun sang Imam tetap tidak mengikuti “koreksi” dari makmumnya, maka WAJIB bagi sang makmum untuk TETAP MENGIKUTI gerakan sang Imam sampai dengan selesainya sholat jamaah. Makmum TIDAK BOLEH melakukan gerakan yang berbeda dengan sang Imam (meskipun gerakan Imam sebenarnya salah).


BAB III
KESIMPULAN

Shalat adalah tiang agama. Kewajiban yang harus dilakukan umat islam sebagai tanda taat, patuh, dan tunduk terhadap Rabb-Nya. Semoga dengan dijabarkannya sedikit materi diatas dapat bermanfaat khususnya untuk kami sebagai penyusun untuk tetap istiqomah dalam beribadah. Dan kami hanturkan permohonan maaf apabila dalam penyusunan terdapat kesalahan dan kekeliruan. Selalu yang benar datangnya dari Allah, kesalahan datangnya dari kami sebagai manusia biasa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar